Kamis, 19 Agustus 2010

Berkunjung ke Bontang

Tanggal 4 Februari 2007 yang lalu saya mendapat tugas ke Bontang, sebuah kota kecil di Kalimantan Timur. Saya senang, karena ini pertama kali saya menginjakkan kaki di bumi Kalimantan. Di kota Bontang baru didirikan Sekolah Tinggi Teknologi Bontang (STITEK) Bontang, kerjasama antara LAPI ITB dengan Pemkot Kota Bontang. Ada dua program studi sana, yaitu Teknik Informatika dan Teknik Elektronika. Saya ke sana memantau dan mengevaluasi pelaksanaan silabus kuliah yang saya susun, apakah sudah berjalan dengan baik.

Ya, Bontang yang kaya dengan sumber kekayaan alamnya (minyak dan gas) tidak mau kalah dengan kota-kota di Daerah Tingkat II lain yang berlomba-lomba membuat Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi di Indonesia tidak hanya ada di ibukota provinsi atau kota besar, tetapi sudah menjangkau ke kota kecil dan kota kabupaten. Pangsa pasarnya ada, kebanyakan karyawan yang bekerja di kota tersebut. Lulusan SMA yang masih baru sangat sedikit berminat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi daerah, mereka lebih memilih perguruan tinggi di kota-kota besar. Motivasi karyawan mengambil kuliah lagi di perguruan tinggi daerah (umumnya kuliah sore sampai malam hari) beragam, tetapi siapapun maklum kalau kebanyakan motivasinya adalah demi selembar ijazah untuk meningkatkan karir di tempat kerjanya. Tapi sudahlah, itu hak azasi orang kan…? Kota Bontang yang berukuran mini ternyata memiliki beberapa perguruan tinggi, salah satunya STITEK Bontang itu. Karena belum mempunyai gedung sendiri, sekolah tinggi ini masih ‘menumpang’ di SMAN 1 Bontang (SMAN 1 Bontang ini ternyata sekolah berstandard internasional, bo. Edun!)

Kembali cerita soal Bontang tadi. Bontang, meskipun kota kecil, memiliki bandara kecil yang cukup bagus. Bandara yang berada di dalam kompleks PT LNG Badak ini memang bandara internal perusahaan. Pesawat yang bisa mendarat di sana hanyalah pesawat Pelita Air yang bertipe baling-baling dan berkapasitas 24 orang penumpang. Dari Balikpapan ke Bontang ada penerbangan 2 kali sehari ke Bontang, begitu sebaliknya. Prioritas penumpang pesawat adalah karyawan PL LNG Badak dan PT Pupuk Kaltim, meskipun masyarakat umum juga diperbolehkan tetapi prioritas terakhir. Oh ya, areal PT LNG Badak ini sangat luas tetapi tertata asri. Di kompleks ini setiap jengkal tanah ditanam pohon mangga. Pohon mangga di mana-mana. Kalau lagi berbuah, siapa yang memakan mangga sebanyak itu ya, padahal penghuni kompleks PT Badak itu tidak seberapa. Jika malam hari, maka kita dapat melihat obor api raksasa dari arah manapun di kota Bontang. Obor api itu adalah semburan gas yang menyala di PT Badak dan membuat kota Bontang menjadi terang benderang.

Bontang kota yang panas karena terletak di pinggir pantai. Kotanya sepi karena penduduknya tidak banyak. Jalan-jalan sepi dari lalu lalang kendaraan. Bayangan kita kalau pergi ke Kalimantan adalah bertemu dengan orang Dayak, ternyata di Bontang tidak. Mayoritas penduduk kota ini adalah orang Jawa, baru kemudian pendatang dari Bugis dan Makassar. Orang Dayak kebanyakan berdiam di pedalaman.

Tidak ada mal, plaza, atau hotel berbintang di sini. Tetapi mungkin beberapa tahun lagi kota ini tidak bedanya dengan kota-kota di Jawa yang ditumbuhi ruko dan pusat perbelanjaan. Maklum, Bontang adalah kota industri, dan kota industri di manapun bagaikan gula yang dikerubungi semut, berarti akan banyak lagi pendatang mengadu nasib di kota ini.

Kebiasaan saya kalau berkunjung ke tempat baru adalah mencicipi masakan atau makanan khas di sana. Di Bontang banyak bermunculan kedai ikan laut bakar. Pelayan dan pemiliknya kebanyakan orang Jawa Timur. Lumayan enak, meskipun masih kalah enaknya dengan ikan bakar waktu saya berkunjung ke Manado. Rumah makan Padang juga banyak di sini (ho..ho..ho, di tempat mana yang tidak ada rumah makan Padang ya? Tapi tunggu dulu, belum tentu rumah makan Padang itu dikelola oleh perantau Minang, jangan-jangan orang Jawa juga )

Saya berkunjung ketika Bontang lagi musim durian. Tetapi durian di sini rasanya kurang manis dan daging buahnya tipis. Kata orang di sana, durian tersebut didatangkan dari daerah Mamuju, Sulawesi Barat. Pantesan, bukan buah lokal sih. Tetapi, di sini saya temukan durian ’aneh’ yang penduduk sana menamakannya ‘lai’. Lai adalah sejenis durian tetapi durinya lebih lunak, tidak setajam kulit durian biasa. Buahnya persis sama seperti durian biasa, tetapi warnanya oranye. Baunya juga tidak menyengat. Rasanya? Oh, terasa aneh di lidah saya. Hambar saja dan kurang manis. Saya tidak berminat memakannya lagi. Oh ya, ada satu lagi buah yang agak aneh menurut saya (karena belum pernah lihat), yaitu buah rambutan tetapi warna kulitnya kuning, bukan merah seperti rambutan biasa. Sayang saya tidak sempat mencobanya karena besok pagi-pagi saya harus siap kembali ke Balikpapan untuk seterusnya ke Jakarta.

Sebelum pulang, kami sempat membeli oleh-oleh di kota ini. Oleh-oleh khas Kalimantan apalagi kalau bukan lempok (dodol durian). Selain itu juga ada abon ikan dan penganan yang berhubungan dengan ikan (kerupuk ikan, amplang, dan lain-lain). Teman saya malah membeli jamu khas Kalimantan, apalagi kalau bukan jamu pasak bumi, he..he…

Demikianlah cerita perjalanan saya bersama beberapa orang dosen ITB ke Bontang. Mungkin lain waktu saya ditugaskan ke sana lagi.


Sumber :
http://rinaldimunir.wordpress.com/2007/02/13/berkunjung-ke-bontang/
13 Februari 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar